Kata-kata itu sebenarnya aku dapat
dari whatsapp story teman kelas dengan sedikit modifikasi. He he (lol banget hi
hi hi). Hijrah seolah-olah sudah jadi headline teman-teman di kelas. Entah kenapa
akhir-akhir ini banyak teman kelas yang membuat whatsaap story tentang hijrah.
Alhamdulillah hatiku berkata dalam hati. Hal ini tentunya mempermudah langkahku
untuk melangkah tahap demi tahap untuk berhijrah agar bisa menjadi pribadi yang
lebih sempurna, bukan sempurna juga loh
ya soalnya kesempurnaan itu milik Rizki Febian (sambil nyanyi kesempurnaan
cinta dalam hati), eh eh maksudnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT.
....
Setelah diresapi benar juga kata-kata
itu, jika hijrah itu mudah maka istiqomah itu susah. Dengan kata lain, jika
hijrah itu susah maka istiqomah itu lebih susah. Meskipun sebenarnya tingkat
kemudahan dan kesukaran itu tidak bisa diukur dengan angka. Hanya diri kita
yang mampu menilai apakah itu mudah atau susah. Kalau menurutku hal ini sebenarnya
mirip dengan kejadian orang yang bertaubat tapi setelah itu malah diulangi
lagi. Namanya juga manusia pasti sering merasa khilaf (termasuk yang nulis ini
nih -_- hueee`).
Aku merasa beruntung banget berada
di lingkungan kuliah ini karena beberapa temanku sudah lebih dahulu memantapkan
diri untuk berhijrah dan alhamdulillah tetap istiqomah sampai sekarang serta beberapa
temanku yang mulai berniat untuk berhijrah. Hal ini juga yang memicu diriku ini
untuk mulai berubah ke jalan yang lebih baik. Sebenarnya amat sangat susah ketika
hal itu dipraktekkan dalam kehidupanku. Iman yang masih sering naik turun
menjadi salah satu pemicunya. Tapi, jujur aku merasa salut banget sama mereka (speechless pokoknya) yang sudah
memantapkan diri untuk berhijrah dan selalu istiqomah.
Sedikit cerita, suatu hari aku
sedikit banyak bertukar pikiran dengan salah satu temanku yang sudah berhijrah.
Dia bercerita tentang masalah-masalah yang pernah menghinggapi keluarganya. Berbagai
cobaan Allah berikan kepada dia dan keluarganya. Saat mendengar ceritanya, air
mata ini pun mulai menetes. Susah untukku menahan air mata ini. Aku tidak bisa
membayangkan jika hal itu terjadi dalam kehidupanku.
“Apakah aku
kuat untuk menghadapinya?”
“Apakah aku
kuat jika orang yang aku cintai berada dalam keadaan kritis dan berada
dalam
ambang kematian?”
Sepertinya amat sangat susah bagiku
untuk tetap tegar menghadapi masalah itu. Bahkan untuk membayangkannya saja aku
tak kuasa. Hanya kuasa Allah yang mampu mengabulkan doa seorang hamba yang
berharap agar orang yang dia cintai tetap berada di dunia ini, tetap berkumpul
dengan keluarganya karena perannya yang masih sangat dibutuhkan. Dia juga
bercerita kalau dia merasa bersyukur ketika doanya bisa didengar oleh Allah.
Merasa bersyukur ketika orang yang dia cintai tetap ada disampingnya. Mungkin coban-cobaan
itu justru menjadi salah satu hal yang membuat dia tetap beristiqomah sampai sekarang.
Dari cerita itu sebenarnya aku
mulai sadar bahwa salah satu hal yang membuat diriku ini agar tetap istiqomah
walaupun iman sedang down adalah
dengan selalu mengingat Allah. Kalau diingat kembali sebenarnya Allah sudah
begitu baik ya dengan kita. Sampai sekarang pun Allah masih memberikan kita
kesempatan untuk dapat bernafas, bisa melihat alam semesta ini, bisa berjalan,
dan masih banyak lagi, walaupun mungkin disaat yang sama ada saudara kita di
luar sana yang belum seberuntung kita (serius amat ya fah, he he). Jadi,
sebagai hamba yang tak lepas akan dosa (diriku ini maksudnya) harus sepatutnya selalu
bersyukur kepada-Nya dengan memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik, ke
jalan yang lebih benar.
Semoga Allah memberikan kemudahan
kepada setiap langkah kita untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi,
untuk menuju ke jalan kebenaran. Aamiin.
Akhir kata, terima kasih aku
ucapkan buat kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku ini.
Maaf jika banyak salah kata dalam tulisan ini. Terima kasih. :)
~Tegurlah Aku Jika Aku Salah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar